Mie Caluek, Jajanan Murah Meriah Khas Aceh
Satu dekade lamanya dulu saya merantau. Baru-baru ini balik lagi jadi warga
Pidie. Alhamdulillah ya KTP elektroniknya sudah jadi, jadi ngga harus kantongin
surat keterangan dari Capil lagi hehe.. Tapi kita di sini tidak akan membahas masalah
pencatatan sipil, kecuali nanti abang itu ngajak berumah tangga biar kami bisa
satu KK :p
Bahasan kali ini adalah bagaimana makanan dari Pidie itu selalu jadi yang saya
rindukan setiap bepergian. Jika ada teman dari daerah lain bertanya tentang
wisata apa yang bisa mereka nikmati di kampung saya, “Kuliner, tentu saja!”
Jawab saya bangga. 10 tahun tidak berdomisili di sini membuat saya memilki
asumsi pribadi jika Pidie adalah surga bagi pencinta jajanan, terutama yang
tradisional. Masih banyak sekali kita temui di pinggir jalan pondok-pondok yang
menjual makanan dan minuman dengan harga yang sangat terjangkau. Dari tempat
lain yang saya singgah dan tinggali di provinsi ini, belum pernah saya
menemukan makanan yang lebih beragam dari Pidie. Kalimat yang sering saya
katakan pada teman adalah, “Kalau di Sigli, kurang dari sepuluh ribu saja kita sudah
kenyang”.
![]() |
Mie Caluek Grong-grong |
Satu
makanan yang fenomenal dan kalau kata saya memang berasal dari Pidie adalah Mie
Caluek. Secara harfiah, ‘caluek’ itu berarti mengambil sesuatu dengan tangan
dari suatu wadah. Nama ini mendeskripsikan bagaimana cara mie caluek disajikan;
dicomot-comot. Di pasar tradisional, banyak yang menjual mie ini bersamaan
dengan kue-kue basah. Cukup belanjakan dengan recehan kembalian parkiran, anda
akan kenyang; dua ribu untuk mie, tiga ribu untuk tiga potong gorengan.
![]() |
Campuran untuk Mie Caluek; tempe, kacang merah atau urap |
Melipir ke dalam pasar Kota Sigli, di antara toko-toko yang menjual
pakaian, masih saja akan kita temui penjual makanan. Favorit saya adalah Mie
Arang. Ini adalah jenis mie goreng yang biasa kita temukan di Aceh. Disebut mie
arang karena dimasaknya dengan menggunakan tungku arang. Wanginya semerbak
sekali. Capek-capek habis kelilingin pasar pasti berasa hilang kalau sudah
duduk di sini. Banyak anak-anak sekolah yang pulangnya juga mampir untuk makan.
Pasangan favoritnya adalah es campur atau sirup merah. Kebahagiaan yang sangat
sederhana. Apalagi harganya juga ramah di kantong. sepuluh ribu sudah cukup untuk
makan dan minum. Malah kadang ada kembalian.
![]() |
Transaksi di pasar tradisional |
Di Kota Sigli, daerah domisili saya, terdapat banyak sekali kuliner yang seingat
saya sudah ada di sana semenjak saya kecil. Sebut saja Bakso Bibik, Mieso Sabang,
dan Mie Kocok Awak Away. Apalagi sekarang pantai Kota Sigli yang dinamakan
Pantai Pelangi ini sudah sangat berwarna-warni. Dari kacang rebus, siomay,
bakso bakar sampai kuota internet dan eskrim pun ada. Tempat-tempat ini sangat
familiar di kalangan penduduk asli tapi belum banyak diketahui oleh wisatawan.
Saya teringat dengan Mie Jalak dan Mie Sedap dari Sabang yang tokonya tak
pernah kekurangan pendatang. Yang ketika saya masih domisili di sana, sering
sekali dititipi untuk membelikan. Ini terjadi karena sudah tercatat di mindset
orang kalau ke Sabang ya makan mie kocok. Mari kita tidak membuat excuse dengan mengatakan kalau Sabang
itu wajar dikenal karena potensi wisatanya besar. Lalu Pidie kurang apa? Kita
punya wilayah yang lebih luas dan varietas makanan yang lebih beragam. Hanya
bagaimana caranya supaya tourism
marketing kita itu kreatif dan niat dikerjakannya, jadi kita bisa menarik
orang untuk datang.
Sebagai daerah lalu lintas antar provinsi, kita bisa memanfaatkan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai target utama. Sebagian dari
mereka adalah konsumen spontan yang melepas lelah. Sebagiannya lagi adalah para
pejalan yang rutin melewati Pidie. Bagaimana caranya kita bisa membuat mereka
untuk memilih beristirahat di sini dibandingkan dengan tempat yang lain? Tentu
saja dengan memberi kesan pertama yang mempesona. Misalnya dengan deretan
pondok rujak atau mie caluek yang ciamik di pinggir jalan dekat sawah, seperti pondok-pondok
air tebu di Seulimum yang juga menyuguhkan pemandangan. Keramaian seperti ini seringkali
mampu menarik orang untuk jadi penasaran. Tariklah mereka terlebih dulu dengan
mata, yaitu lokasi yang bersih dan rapi. Selanjutnya soal nyaman dan rasa, jika
kualitas dipertahankan, konsumen akan melakukan pembelian berulang. Jangan
pernah remehkan keampuhan ‘word of mouth’
dimana loyal consumer akan merekomendasikan lagi pada kerabatnya untuk
datang. Omongan-omongan inilah yang mampu menaikkan citra Pidie sebagai daerah
yang layak sekali untuk dikunjungi.
![]() |
Bungkusan Mie Caluek |
Banyaknya ragam jenis makanan di kampung halaman membuat saya memimpikan
jika Pidie tercinta ini memiliki suatu produk yang melekat. Yang spontan akan
diingat orang ketika berkunjung atau meminta oleh-oleh. Kerupuk mulieng
(melinjo) sudah pasti juara, tapi panganan yang ringan, terjangkau dan mudah
dibawa tentu saja akan lebih membuat lega. Saya pribadi merindukan sebuah
produk dengan ciri khas yang akan dikaitkan dengan Pidie. Satu maskot yang akan
membuat orang berkomentar ketika ada yang menjinjing produknya, “Pasti baru
dari Pidie ya?”. Seperti contohnya teman-teman saya yang selalu minta dibawakan
bakpau panggang Indah Sari setiap balik ke Banda Aceh. Seperti juga ingatan
tentang tape dan keripik yang langsung terbayang ketika menyebut kata Saree.
Atau kue nagasari yang sering dibawa dari Bireun. Itulah harapan saya.
Demi kemajuan kampung halaman ini, kita bisa memulainya dari diri sendiri,
mempromosikan wisata daerah dari hal-hal paling kecil. Tugas pertama yang bisa
kita lakukan sebagai awak Pidie adalah dengan bangga pada identitas. Kemudian
dengan rajin bercerita pada teman atau saudara apa-apa saja yang bisa dinikmati
di sini, entah itu yang mengenyangkan perut atau menyenangkan mata. Sebagai
pencinta makanan, festival kuliner Pidie sepertinya juga bukan ide buruk ya?
All photo credits go to: Akbar Rafsanjani
All photo credits go to: Akbar Rafsanjani
Happy Ramadhan ^^
Annisa Mulia Razali
Benar tu.. Mie caluek grongw memang juara. Aku pribadi bisa makan sampe e bungkus plus kacang merah dibeli terpisah 5000an biasanya.
ReplyDeleteWord of mouth itu setuju banget.. Istilah nya radio meuigoe. Tapi yang disiarkan adalah hal2 positif ttg wisata Pidie..
Same here, hope for better pidie.
Enaaaakk banget ya
ReplyDeleteKapan2 aku main ke Pidie aaahhh
Kindly visit my blog: www.nurulrahma(dot)com